(picture from : matjankampoeng.blogspot.com) |
Absennya film-film Hollywood atau lebih tepatnya Blockbuster Movies di Bioskop-bioskop Indonesia beberapa bulan ini benar-benar mengecewakan para penonton setianya. Bagaimana dengan film-film lokal? Sepertinya sih masih dibayang-bayangi tema horror atau semi ‘esek-esek’. Kalaupun ada yang mengangkat tema religius, atau tema ‘serius’, ya jadi banyak yang ikut-ikutan buat film dengan tema yang sama. Tapi, apa ada yang pernah nonton/melihat film dokumenter, film indie atau film pendek? What do you say? Sebaiknya jangan meremehkan film pendek guys, karena sangat memungkinkan film ini menjadi media bangkitnya perfilman nasional J.
Secara teknis film pendek merupakan film-film yang memiliki durasi dibawah 50 menit (Derek Hill), walaupun kebanyakan hanya berdurasi 10-15 menit atau bahkan kurang dari 10 menit. Film ini sendiri mulai populer sejak dekade 50-an di Jerman dan Perancis, yang kemudian berkembang di Negara-negara Eropa. Untuk di Indonesia sendiri, film pendek muncul di kalangan pembuat film Indonesia setelah pendidikan sinematografi muncul di IKJ. Bahkan sampai diadakan Festival Film Mini tahunan mulai tahun 1974. Tapi kemudian eksistensinya menghilang karena kekurangan dana (filmpelajar.com oleh Edi Cahyono).
Film pendek ini sebenarnya juga bisa disebut film Indie, karena dalam pembuatannya membutuhkan budget yang lebih kecil dibanding film layar lebar. Bahkan karena keterbatasannya dana, para filmmaker harus benar-benar kreatif memaksimalkan apa yang mereka punya untuk menghasilkan karya yang ciamik dan luarrr biasa. Nah sama seperti musik Indie, film Indie juga jadi media dalam kebebasan ekspresi dalam berkarya. Itulah kenapa karyanya biasanya out of the box, gak main stream.
Tapi bukan berarti film pendek malah jadi kurang efektif sebagai media dalam menyampaikan pesan atau pandangan mengenai issue tertentu. Justru film pendek harus menjadi media yang lebih berani dalam menyampaikan pandangan-pandangan baru dengan pemanfaatan ide-ide kreatif dalam keterbatasan durasi yang pendek. Bagaimana supaya bisa menemukan ide-ide kreatif? Mengutip dari tulisan Dennis Adhiswara dalam majalah NylonGuys edisi Juli-Agustus 2011: “Film pendek adalah sarana untuk membuat kesalahan. Atau mungkin tepatnya: sarana berbuat ‘nakal’. Kenakalan-kenakalan kreatif inilah yang sebenarnya jadi cikal bakal semangat eksplorasi dan inovasi dalam berkarya.” Be bad is good :p.
Sayangnya nih guys, media promosi dan eksibisi untuk film pendek masih kurang mendapat dukungan. Karena low budget, promosi dilakukan sendiri sesuai dengan kemampuan filmmaker. Youtube adalah salah satu media promosi bagi para filmmaker untuk memamerkan karyanya secara gratis. Sama halnya dengan eksibisi. Untuk menonton film pendek biasanya tidak perlu membeli tiket dengan harga tertentu, berbeda dengan film layar lebar yang perlu membayar tiket untuk menonton di Bioskop. Eksibisi film pendek biasanya dilakukan pada event tertentu seperti pada festival film. Ironis karena ternyata banyak filmmaker dari Indonesia yang menjadi jawara dalam festival film yang diadakan di luar negeri, tapi film pendek justru menjadi sesuatu yang asing didalam negerinya sendiri. Ini tandanya filmmaker lokal punya potensi untuk bersaing secara global.
The next big thing, comes from the small thing. Untuk dapat membuat sebuah film ‘besar’ yang berkualitas dan juga berkontribusi terhadap kondisi perfilman nasional, diperlukan langkah-langkah kecil yang mantap. Salah satunya, ya..lewat film pendek. Tertarik? :)
(sumber: www.filmpelajar.com ; Nylon Guys Indonesia)
(sumber: www.filmpelajar.com ; Nylon Guys Indonesia)
No comments:
Post a Comment