I think peoples who has reach the age of 20’s as I am, are just trying to path their own way life. Setelah lulus dari kuliah, mulai memasuki dunia pekerjaan dan mulai meniti karir #tsaahhh (ingat your job is not your career- @ReneCC). Jari-jari sibuk mengetik di laptop, suara ponsel yang berbunyi (mungkin dari bos, that we wish to ignore it), atau bunyi notifikasi e-mail mengenai pekerjaan melalui BlackBerry (entah kalo i-pad, notifikasinya seperti apa? *norak *mudah-mudahan nanti tahu. Amin* ), bertemu client untuk urusan ini-itu, belum lagi gosip-gosip mengenai konspirasi para “penjilat” atau sikap saling menjatuhkan demi mendapatkan posisi yang aman di perusahaan*yang ini gue pernah menyaksikan*. Ya, semua kesibukan kita dalam pekerjaan seperti contoh diatas misalnya, memang lumrah dan sesuatu yang normal. Kalau boleh gue menyebut itu sebagai Urban-culture. Urban-culture, yang terbentuk oleh manusia modern.
Did you ever ask to your self? Sebenarnya apa sih tujuan hidup kita ini? *mulai sok bijak*. Kadang-kadang kita terlalu disibukkan oleh pekerjaan dan pencapaian-pencapaian yang harus dilakukan. Lalu apakah kita puas? Kadang kita melupakan apa yang membuat hidup kita lebih bermakna? “Satu-satunya cara agar hidup ini menjadi lebih bermakna adalah mengabdikan diri untuk menyayangi orang lain, mengabdikan diri bagi masyarakat di sekitar kita dan mengabdikan diri untuk menciptakan sesuatu yang memberi kita tujuan dan makna”- Morrie. Kenapa harus ribet memikirkan hal-hal seperti ini? Kita masih muda, just take it easy and live your life. I don’t know somehow gue ngerasa gue seperti robot dalam pekerjaan gue sekarang. Mengerjakan semua job description sesuai petunjuk atasan dan tuntutan perusahaan, dan sebagai imbalannya gue mendapat salary. That’s all. But I believe, kalo saja gue bisa membuat hidup ini menjadi lebih “bermakna” lagi. Hidup gue akan terasa lebih hidup. Sebenarnya gue pun belum melakukan apapun yang bisa membuat hidup ini menjadi lebih bermakna. But somehow dengan gue menulis melalui blog, itu merupakan sebuah langkah awal. Dan gue akan memikirkan untuk memulainya dengan cara yang sederhana.
Ide untuk membuat tulisan ini di blog mengalir begitu saja, setelah gue membaca sebuah buku karangan Mitch Albom “Teusdays With Morrie”. Intinya melalui buku ini Mitch Albom mendapatkan kuliah yang begitu “mahal” mengenai makna hidup dari gurunya Morrie. Setelah Morrie mengetahui bahwa dirinya sudah mendekati ajal. Dia merasa sebagai jembatan bagi orang yang masih sehat, untuk mengetahui bagaimana kita menghargai hidup, agar tidak menyesal dikemudian hari.
No comments:
Post a Comment